Hidup bukanlah tanpa makna, ia penuh makna. Saking banyaknya makna yang kita ambil dalam perjalanan sehari-hari, kita sering lupa bahwa semua pemaknaan itu muncul dari perenungan-perenungan manusia. Dalam kitab suci sudah jelas bahwasanya hidup itu tidak untuk makna-makna itu, namun hidup adalah untuk menuju Allah dengan berada di jalan-Nya. Makna-makna itu ibarat hikmah yang kita peroleh dari perjalanan hidup kita. Tidak perlu pendalaman makna yang sedemikian kompleks, karena kompleksitas dari pemaknaan hanya akan menyebabkan lupa tujuan hidup. Sebagian manusia berkutat mencari makna seakan-akan makna itulah tujuan hidup, padahal makna hanyalah buah dari sebuah proses kehidupan. Para Nabi dan Rasul dalam Islam, tidak berkutat dalam pencarian makna. Mereka mencari sumber dari segala sumber kehidupan, bukan makna hidup. Pencarian makna hidup berada pada level adamiyah insani.
Apabila memang kita ingin mencari makna, maka perlu dinetralkan semua indra lahir maupun indra bathiniyah. Tanpa penetralan semua indra bathin dan lahir, maka yang muncul adalah berbagai ilusi-ilusi, memori-memori dan lain sebagainya yang menggeser kita dari tujuan semula mencari makna. Apabila dilakukan dengan metode yang benar serta taat asas, maka proses pencarian makna akan sampai pada tiadanya makna atau nol. Dalam nol tersebut, muncullah suatu ketetapan hati akan Sang Pencipta yang tanpa bayangan. Terbukanya mata bathin, tanpa fokus pada tujuan hanya akan mengganggu kehidupan. Pada prakteknya, seorang insaan tidak bisa berada di banyak tempat dan harus fokus pada tujuan.
No comments:
Post a Comment